Kamis, 06 Juni 2013

Tua itu PASTI, Dewasa adalah PILIHAN

Tidak selamanya jumlah usia menentukan tingkat kedewasaan seseorang, karena pada kenyataannya tak sedikit dari mereka yang mempunyai jumlah umur yang terbilang banyak namun tetap saja "kekanak-kanakan". Dan sebenarnya jika kita mau benar-benar mengamati banyak diantara mereka yang terbilang masih cukup belia namun bisa berfikir secara bijaksana untuk menyelesaikan sesuatu yang banyak orang menyebutnya dengan masalah.Mengapa demikian ? karena pada dasarnya bertambahnya usia adalah mutlak sedangkan dewasa adalah pilihan. jadi untuk apa kita menunggu tua untuk bisa berfikir dewasa jika tanpa harus menunggupun kita dapat memilihnya.

Sungguh sebenarnya diusiaku yang masih terbilang muda ini aku tidak memprioritaskan dewasa menjadi pilihan utamaku, terkadang aku masih menomor satukan egoku.
karena sesungguhnya tak mudah menanggalkan ego dan kemudian memilih untuk dewasa, jadi aku tak pernah menyalahkan mereka yang tidak menjadikan dewasa sebagai sebuah pilihan.

Sampai suatu ketika aku mendengar sebuah percakapan lugu anak usia delapan tahun,
A : "B , aku minta maaf ya dulu sering nakalin kamu."
B : "Iya A , nggak apa2 kok."
C : "B ngapain mau main sama A dia kan nakal, udah nggak punya ayah lagi!"
A : "Ayah udah disurga dan disini Ibu yang akan menjagaku dengan baik." (matanya berkaca)
B : "C ngga boleh bilang begitu Nabi Muhammad juga nggak punya ayah, dan memaafkan itu wajib kata mamah." (menarik A pergi)

Sungguh bagai tersambar petir aku merasa begitu malu pada mereka dan diriku sendiri bagaimana mungkin tingkat kedewasaanku dikalah kan oleh anak usia delapan tahun.
kemudian aku teringat bahwa jumlah usia tak mempengaruhi tingkat kedewasaan, karena dewasa adalah pilihan.
Aku masih termenung merenungkan percakapan mereka , percakapan yang begitu lugu yang mampu membuatku bercermin dan bertanya pada diri sendiri, "Sudahkah aku dewasa?"
Dari A aku mendapat sebuah makna tegar yang tak semua orang mampu mengimplementasikannya dalam kenyataan. Di usiaku yang terpaut sepuluh tahun lebih tua darinya aku tak yakin ketika harus menerima kenyataan bahwa statusku berubah menjadi anak yatim aku bisa setegar dia jalani hidup.
Dan dari B aku belajar cara memaafkan dengan penuh keikhlasan bukan hanya terucap dibibir tetapi murni dari lubuk hati yang terdalam. karena selama ini terkadang kata maaf yang keluar dari bibirku tak sampai pada hatiku, dan dari keluguan B aku belajar memaafkan dari hati dan membela pihak yang lemah walaupun dulu mereka memyakitiku.
Mencintai mereka yang mencintai kita adalah sesuatu yang biasa, namun mencintai mereka yang pernah mendzolimi kita adalah luar biasa.

Aku berharap proses pendewasaan diriku akan berjalan lancar untuk kedepannya, karena sekali lagi dewasa adalah sebuah pilihan dan tua adalah mutlak.
Terimakasih malaikat-malaikat kecilku yang tanpa kalian sadari kalian membuatku berintrospeksi atas kenaifanku selama ini.